Forgotten Bible and Melted Chocolate

Aku hanyalah seorang yang tua dan bodoh, mencoba mengerti namun gagal menasehatimu. Mungkin kau memang terlalu pintar untuk mendengarkan omonganku. Saat kau menutup pintu untukku, biarlah aku mengira semua ini kesalahanku, karena aku bodoh dan tak pernah mengerti.

Sunday, January 15, 2006

GOL BUNUH DIRI

GOL BUNUH DIRI

Saat kau memutuskan untuk melakukan gol bunuh diri, aku merasa sedih. Kamu memiliki sebuah guci yang begitu indah tetapi ingin membantingnya begitu saja. Mungkin saja kamu penasaran apa isinya, tapi kenapa harus melakukannya dengan serampangan. Seolah-olah kamu hanya bisa berpikir satu kali saja dalam hidupmu yang kira-kira masih akan sangat panjang itu.
Bagaimana aku harus memberitahumu, bahwa pengorbanan dan perasaan yang akan dialami harus sepadan. Perasaan tidak mungkin diceritakan, melainkan harus dialami. Karena itu, meskipun aku telah hidup seribu tahun lebih dulu dari kamu, tetap tidak mungkin mengajarkan apa-apa tentang hal itu. Aku putus asa untuk bisa memberitahumu bahwa nerakanya tidak sepadan dengan secuil surga yang akan kau curi.
Ketika aku memberitahumu untuk membawa payung, kamu menolak. Katamu kamu ingin merasakan bagaimana tertimpa hujan. Sebenarnya aku menyuruhmu untuk berteman dengan setan kecil saja, supaya tidak usah berhadapan dengan setan besar. Kamu tetap nekad, setan kecilnya kamu tinggal di taksi katamu. Ya sudah, gumamku dalam hati. Belakangan kamu takut setan besar akan datang.
Biasanya, semua yang berlalu memang tidak akan kembali. Ada luka yang bisa sembuh dan ada yang tidak. Sebuah guci yang hancur berantakan memang tidak bisa diutuhkan lagi, pun dalam waktu. Ada beban yang kamu kira akan terbawa seumur hidup. Bagaimana aku bisa memberitahukan cara membuang hasil belanjaanmu yang berat itu. Kamu sekarang merasa telah berkorban untuk membelinya. Ya sudah, gumamku dalam hati.
Biarpun aku bilang bahwa aku sayang kepadamu seribu kali dan sebaliknya, apakah itu ada artinya. Kau menutup pintu. Aku menunggu di depan jendela dan melihat matahari bulai terbenam. Entahlah, apakah jendela itu akan kubiarkan terbuka sepanjang malam. Menunggu apa ?



0 Comments:

Post a Comment

<< Home